Tantangan Fintech di Lembaga Keuangan Syariah


Indonesia saat ini tengah menjadi incaran banyak pelaku bisnis dan investor dalam sektor ekonomi digital. Seperti sudah ramai diketahui, ada 4 unicorn di Indonesia meliputi Tokopedia, Bukalapak, Traveloka dan Tiket.com. Keadaan ini didukung oleh perkembangan laju teknologi yang dalam satu dekade sebelumnya, smartphone merupakan suatu hal mahal dan mewah, tetapi saat ini 72% masyarakat Indonesia sudah mampu mengaksesnya. Selain itu, akses internet juga sudah tersebar di hampir semua pelosok negeri.

Adanya 4 unicorn tersebut membawa Indonesia menduduki peringkat ke 6 dunia dari segi jumlah perusahaan rintisan (startup) lokal berbasis teknologi dengan hasil miliaran dolar atau triliunan rupiah. Capaian ini juga menunjukkan dampak yang luar biasa terhadap gaya hidup masyarakat Indonesia khususnya dalam sektor penyedia produk melalui beragam aplikasi marketplace sampai dunia moda transportasi.

Pesatnya perkembangan ekonomi digital ini tidak lepas dari perkembangan industri Financial Technology atau yang akrab disebut 'fintech'. Industri fintech merupakan perusahaan-perusahaan modern yang secara agresif melakukan inovasi dalam bidang layanan finansial dengan memanfaatkan tekonologi modern (Agustín Rubini: 2019). Mereka selalu malakukan improvisasi layanan keuangan dengan menerapkan ide-ide inovatif agar proses yang dilalui user lebih cepat dan mudah.

Jika sebelumnya orang melakukan transaksi klasikal dengan menyerahkan uang secara langsung alias tatap muka, saat ini hampir semua transaksi dapat dilakukan dengan hanya menyentuh tombol gadget atau mesin ATM. Kemudahan transaksi ini dapat ditemukan dalam hampir semua aktivitas keuangan, baik di dunia bisnis, sosial maupun pendidikan.

Tantangan Fintech Dalam LKS

Perkembangan fintech ini di satu sisi memberikan dampak positif pada maksimalisasi layanan dalam suatu perusahaan yang manfaatnya langsung dirasakan oleh pengguna. Tetapi di sisi lain, kemajuan dan kecepatan invoasi ini akan menggerus perusahaan-perusahaan yang tidak mampu mengikut laju inovasi fintech di semua jenis perusahaan khusus lembaga keuangan syariah (LKS). Belum selesai tugas internal lembaga dalam upaya mensejajarkan produk-produk perbankan agar sama diminati para nasabah dan stakeholder sehingga lebih kompetitif, sekaligus maksimalisasi SDM dengan literasi keuangan syariah, LKS sudah dihajar dengan perkembangan fintech yang selalu berevolusi. LKS tidak hanya dituntut untuk berkompetisi dalam kemasan produk yang berbasis riba atau non-riba agar diterima pengguna, LKS juga diajak bertarung dalam pemanfaatan teknologi modern.

Data statistik di tahun 2018 menunjukkan bahwa 70% generasi milenial sudah memanfaatkan jasa fintech dalam bebagai aktivitasnya. Sedangkan jumlah populasi milenial dari Bappenas di tahun 2018 sudah mencapai 90 juta orang. Generasi ini lebih lebih menyukai sesuatu yang nyaman dan cepat. Mereka terbiasa dalam kegiatan transaksinya dengan hanya menyentuh layas ponsel mereka, bahkan 50% lebih memilih transaksi non-tunai (cashless) dengan memakai dompet elektronik (e-wallet) dan e-money.

Meski saat ini, transaksi tunai dan menggunakan ATM masih mendominasi di masyarakat, kemajuan dan roda perkembangan fintech ini harus dapat diantisipasi oleh LKS jika tidak ingin kehilangan lebih banyak lagi para stakeholder khususnya generasi milenial.

Generasi milenial yang masuk dalam era revolusi industri 4.0 mengharuskan segala sesuatu dapat selesai dengan cepat. Renald Kasali dalam bukunya Disruption (2017) menjelaskan ini sebagai kecepatan eksponensial dimana saat ini karakter masyarakat modern menuntut kesegeraan dan real time. Kecepatan eksponensial ini meliputi: respon yang cepat, real-time yakni begitu diterima langsung diolah, follow-up langsung, mencari jalan dan bukan mati langkah, penyelesaian yang pararel, dukungan IT bukan manual, layanan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (24/7), bukan eight to five (jam 8 sampai jam 5), connected dan bukan terisolasi.

Disruptive Fintech

Berubahnya fintech ini tidak lepas dari kemajuan teknologi dalam segala lini. Kemajuan teknologi ini pula yang mendisrupsi banyak aktivitas keuangan dan ekonomi dalam upayanya menjadikan produk yang disajikan laku di pasaran. Mesin ATM saat ini masih cukup perkasa untuk memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat. Tetapi yang perlu disadari, penggunaan kartu ATM sedikit banyak akan mulai berkurang dengan hadirnya beragam layanan berbentuk apps dan platform yang memberikan kemudahan dalam bertransaksi.

Disruptive fintech meliputi:

  1. Pendirian ATM
  2. Mobile banking, internet banking dan sms banking
  3. Bank digital (DGB dan BTPN)
  4. International payment
  5. E-money
  6. E-wallet
  7. Collaborative fintech (payment gateway)
Tantangan Fintech di Lembaga Keuangan Syariah Tantangan Fintech di Lembaga Keuangan Syariah Reviewed by Kontributor on 08.30 Rating: 5

1 komentar:

  1. Thanks infonya. Oiya ngomongin fintech, yang lagi rame kan P2P Lending ya. Teman-temen tau ga sih sejarah P2P Lending itu kayak gimana? Kalo belum tau bisa cek di sini: sejarah p2p lending

    BalasHapus

Gambar tema oleh mammuth. Diberdayakan oleh Blogger.